IMG_20240912_155150

LENSARIAUNEWS.COM |PEKANBARU – Eksistensi politik menjelang pilkada damai 2024 yang akan tiba sesaat lagi dan sudah memasuki tahapan-tahapan pemilihan kepala Daerah secara serentak sudah mulai terasa dan dinamis.

Salah satunya adalah dengan beredarnya sepucuk surat yang ditujukan kepada PJ Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa yang mengatasnamakan pengurus Lembaga Pengembangan Tilawati Qur’an (LPTQ) kota Pekanbaru yang meminta kepada orang nomor satu di Pekanbaru supaya mengevaluasi kinerja kepala LPTQ kota Pekanbaru.

Didalam surat tersebut terdapat beberapa permintaan dan masukan dari pengurus terkait kinerja kepala LPTQ yang dinilai tidak netral dalam menjalankan tugas serta fungsinya, Berikut beberapa permintaan pengurus.

1. Pengurus LPTQ Kota Pekanbaru yang memimpin saat ini, secara nyata dan masif, menggiring para Qari dan juri MTQ untuk mendukung salah satu calon Walikota Pekanbaru yang akan ikut kontestasi Pilkada Kota Pekanbaru.

2. Struktur pengurus yang ada saat ini, tidak profesional karena belum mengakomodir unsur keterwakilan dari instansi terkait seperti KEMENAG, para Qari dan Juri MTQ.

3. Struktur kepengurusan LPTQ kota Pekanbaru saat ini, jauh dari profesionalisme, sehingga keberadaannya kurang membawa dampak yang signifikan terhadap perkembangan bagi para Qari dan Qariah Kota Pekanbaru.

Dari Poin diatas, Pengamat Politik yang juga Tokoh Masyarakat Kota Pekanbaru, Rudal Yanto sangat menyayangkan adanya peran Ketua LPTQ Kota Pekanbaru yang merupakan seorang ASN yang juga memimpin salah satu OPD di Pemerintahan Kota Pekanbaru.

“Melihat isi secarik kertas yang Meminta PJ Walikota Risnandar Mengevaluasi Ketua LPTQ Karena Dinilai Berpolitik Praktis harus segera di adukan ke Bawaslu Kota Pekanbaru karena telah melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Pilkada yang telah ditentukan,”ungkap Rudal Yanto kepada awak media.

Aparatur Sipil Negara (“ASN”) adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (“PPPK”) yang bekerja pada instansi pemerintah.

Sedangkan PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Membahas mengenai larangan ASN berpolitik, ini berkaitan dengan aturan netralitas ASN. Artinya setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara.

Lebih lanjut, Pasal 9 ayat (2) UU ASN secara tegas menyebutkan pegawai pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.

Kemudian, pada dasarnya untuk melaksanakan amanah membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945, diperlukan adanya birokrasi pemerintahan yang berkinerja baik. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah telah mencanangkan rencana aksi membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan ASN sebagai mesin utama birokrasi yang profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,  kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas, serta mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Lantas, bagaimana hukumnya jika ASN terlibat berpolitik? Dalam hal ASN/PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, ia diberhentikan tidak dengan hormat, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (4) jo. Pasal 52 ayat (3) huruf j UU ASN.

Netralitas ASN dalam Pemilu

Setelah mengetahui adanya larangan ASN berpolitik praktis, berikut patut catat peraturan tentang netralitas ASN dalam pemilu yang secara terperinci tercantum dalam SKB Netralitas ASN.

Keberlakuan SKB Netralitas ASN dalam pemilu 2024 yang lalu, maupun pada pemilu tahun-tahun selanjutnya pada prinsipnya bertujuan untuk mewujudkan pegawai ASN yang netral dan profesional serta terselenggaranya pemilu yang berkualitas.

Menyambung pernyataan tersebut, perbuatan ASN yang membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/akun pemenangan calon presiden/wakil presiden/DPR/DPD/DPRD/gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota, termasuk pelanggaran disiplin atas Pasal 9 ayat (2) UU ASN dan Pasal 5 huruf n angka 5 PP 94/2021.

Bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan di atas, hukuman disiplin berat dijatuhkan yakni terdiri atas:

penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan;

pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan; dan

pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

Selain pelanggaran disiplin, PNS juga dianggap melakukan pelanggaran kode etik pada Pasal 11 huruf c PP 42/2004 yaitu etika terhadap diri sendiri yang mencakup menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan.

Sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut adalah sanksi moral yang dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, baik berupa pernyataan secara tertutup atau terbuka. Lalu, dalam pemberian sanksi moral tersebut, harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS. Hal ini diatur dalam Pasal 15 PP 42/2004.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *