Rokanhulu,Riau,”matahukum.id – Perusahaan Perkebunan PT. Ekadura Indonesia (EDI) salah satu anak perusahaan Astra Agro Lestari Group di duga kuat telah merusak alam, karena kembali tanami pohon kelapa sawit di sepanjang bibir Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Rokan Hulu Riau.
Perusahaan ini sudah lumayan lama bertengger di Kecamatan Kunto Darussalan Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, hal itu bisa di lihat dari aktifitas perusahaan PT. EDI kembali menanami kelapa sawit di sepanjang pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) sesudah dilakukan replanting.
Penanaman kembali kelapa sawit sepanjang Sungai Besar oleh PT Ekadura Indonesia tersebut, jelas diduga melanggar telah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Lingkungan Hidup.
Berdasarkan penelusuran beberapa awak media di lapangan pada minggu 23 Juni 2024, perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kalapa sawit dari Astra Grup ini telah menanami sawit di sepanjang daerah aliran sungai besar maupun sungai kecil.
Sebelum dilakukan Replanting, PT. Ekadura ini diduga sudah melakukan kegiatan yang sama, tapi tidak ada respons dari pihak pemerintah Kabupaten Rokan Hulu dan provinsi Riau.
Parahnya lagi, Pemerintah Rokan Hulu tak mau tahu, sesudah replanting pohon kelapa sawit PT EDI tetap ngotot menanami sawit di sepanjang daerah aliran sungai besar dan sungai kecil.
Sebagai perusahaan sawit yang memiliki sertifikasi ISPO (Indonesian Suistanable Palm Oil) Jelas telah merendahkan pemerintah dan melakukan pelanggaran perbuatan melawan hukum.
Perusahan ini tidak peduli dan abai serta tidak taat hukum yang berlaku di Republik ini, sebab secara terang-terangan aktivitas penanaman dilakukan di lokasi lahan perkebunan sawit berada di kawasan DAS.
Timbul pertanyaan besar bagi publik, kenapa pihak PT Ekadura Indonesia, anak peruasahan Astra Agro Lestari Group ini berani melakukan penanaman pohon sawit di sepanjang aliran sungai besar dan kecil.
Dihubungi Community Development Officer (CDO) PT Ekadura Indonesia (EDI), Ginanjar Maolid bungkam seribu bahasa ketika beberapakali dihubungi oleh awak media.
Timbul kecurigaan publik terhadap pihak perusahaan dan juga pemerintah, ada apa ? terkesan tutup mata dengan aktifitas penanaman kembali pohon kelapa sawit di bibir Sungai.
Ketua DPD LSM Komunitas Peduli Hukum dan Penyelamatan Lingkungan (KPH-PL) Kabupaten Rokan Hulu Jamson SP ,ketika dihubungi pada senin 24 Juni 2024 mengatakan, kegiatan usaha perusahaan perkebunan yang menanam pohon sawit di pinggir bibir sungai, tentunya jelas tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 Tentang (DAS), kegiatan tersebut merupakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh PT Ekadura Indonesia (EDI) tersebut, dan bisa dikenakan sanksi.
“Bila pihak perusahaan tersebut tidak melakukan penghijauan kembali Daerah Aliran Sungai (DAS) maka kami akan bereaksi keras terhadap perusahaan tersebut, dan kita berharap kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera menghenditikan aktifitasnya, memang kalau hanya berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Sungai, bagi Perusahaan yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut tidak dapat dipidana tapi cuma diberikan sanksi Administrasi,” tegas Jamson SP.
Lanjut Jamson SP menjelaskan, Perusahaan yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah, seperti menanami pohon sawit di sepanjang aliran sungai jelas bertentangan dengan Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Sungai dapat dipidana dengan Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolahan Lingkungan Hidup.
“Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (Tiga) Tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),” jelasnya.
Masih Jamson ketua KPH-PL, kenapa tanaman sawit dilarang ditanam di sepanjang aliran sungai? Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit yang berakar serabut, sangat rakus dengan air.
Maka dari itu, kata Jamson, setiap tanaman sawit yang tumbuh di aliran sungai sangat subur, jauh berbeda dengan tanaman lainnya yang berakar tunjang yang sifatnya menahan air dan saat musim kemarau dapat menyimpan air yang dapat berguna bagi lingkungan sekitarnya, bahkan menahan permukaan tanah dari longsor.
Dalam penerapan Pasal 42 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolahan Lingkungan Hidup kepada Perusahaan yang telah melakukan perbuatan tindak pidana, harus dapat kita buktikan dengan adanya kerusakan lingkungan didaerah tersebut.
Untuk membuktikan kerusakan lingkungan akibat penanaman pohon sawit di tepi aliran sungai tidak susah, sebab telah banyak referensi yang kita pakai dari hasil penelitian mahasiswa-mahasiwi Fakultas Kehutanan dan Lingkungan yang ada di seluruh Indonesia.
“Dinas Lingkungan Hidup pada daerah dimana ada ditemukan Perbuatan Pidana Perusakan Lingkungan harus dapat bertindak tegas, tidak hanya dapat memberikan wacana atau peringatan.” Tegas Jamson.
Efek dari perbuatan pidana perusahaan tersebut, sangat berpengaruh kepada generasi penerus. Manusia dan Lingkungan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, khususnya di lokasi perkebunan.
Ketua DPD KPH-PL Rohul ini menekankan, pihak perusahaan wajib menghijaukan Daerah Aliran Sungai (DAS). Kalau tidak, dipastikan bermasalah, sebab RSPO ada yang wajib ditaati.
” Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan terjadinya penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai(DAS) yang dicirikan dengan terjadinya banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi dan kekeringan, yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat”.terang Jamson.(Ac/rilis)