LENSARIAUNEWS.COM |Pekanbaru – Usai acara pelantikan Dewan Pengurus Pusat, Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (DPP-PPDI) pada hari ini, Rabu, 09/08/2023, di Hotel Arya Duta Kota Pekanbaru, Ketua Umum DPP-PPDI, Feri Sibarani, STP., S.H., langsung memaparkan sejumlah program DPP-PPDI untuk menjaga ekosistem Pers Indonesia, yang sedang mengalami situasi yang kurang baik menurut presiden.
Feri Sibarani, yang dilantik oleh Ketua Dewan Kehormatan DPP-PPDI, Irjen Pol. Dr. Abdul Gofur, Drs., S.H., M.H., memiliki agenda penting untuk memperbaiki ekosistem Pers Indonesia. Dalam konferensi pers di Pekanbaru, Feri menyatakan bahwa DPP-PPDI hadir untuk berjuang memberikan kontribusi dalam menjaga ekosistem Pers Indonesia.
“Mau tidak mau, senang atau tidak senang, inilah kenyataan dunia Pers kita, terutama Pers daerah, yang sering menjadi korban kebijakan Dewan Pers selama bertahun-tahun. PPDI tidak bisa tidak berjuang, karena setelah kami menganalisis situasi Pers Indonesia, terutama di daerah-daerah, sangat terzolimi oleh kebijakan-kebijakan yang mirip dengan kebijakan-kebijakan ‘ilegal’ atau terselubung,” jelas Feri Sibarani.
Feri menjelaskan bahwa banyak Pemerintah Daerah enggan memberikan dukungan anggaran untuk Pers daerah agar ikut serta sebagai media publikasi tentang kinerja pemerintah Daerah. Padahal, menurutnya, ini bukanlah “Dosa”, melainkan kewajiban pemerintah dan hak masyarakat Pers. Pers, selain menjadi lembaga sosial, juga merupakan lembaga ekonomi yang harus memiliki kesempatan dan dukungan dalam anggaran APBD dan APBN secara proporsional.
“Tentang hak apa yang dimiliki oleh Dewan Pers untuk menentukan modus Terverifikasi bagi perusahaan Pers dan UKW bagi wartawan agar mendapatkan anggaran dari APBD dan APBN? Ini adalah pembunuhan karakter Pers, terutama di daerah-daerah,” tegas Feri.
Feri juga menjelaskan bahwa Perusahaan Pers Indonesia yang sudah memiliki badan hukum dan memenuhi kriteria perusahaan Pers yang layak, seharusnya dapat bekerjasama dengan pemerintah. Menurut Feri, ketika perusahaan Pers sudah terverifikasi dan memenuhi syarat, dalam tugasnya untuk menyebarkan informasi, seharusnya tidak ada masalah ketika menjadi mitra pemerintah untuk publikasi kinerja pemerintah melalui anggaran APBD dan APBN.
“Mari kita renungkan, apa relevansi Dewan Pers dalam menentukan bahwa Perusahaan Pers yang tidak terverifikasi oleh mereka dan wartawan yang tidak memiliki UKW bukanlah Pers? Ini bahkan menjadi panduan bagi Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan yang melahirkan ketidaksetaraan sosial, diskriminasi, dan ketidakadilan dalam pemberian anggaran,” ujar Feri.
Feri berpendapat bahwa Dewan Pers telah mengambil posisi yang lebih kuat daripada Negara dalam mengatur Pers di Indonesia. Padahal, dalam UU 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak ada unsur yang mempersyaratkan hal tersebut. UU Pers justru mengatur tugas utama Dewan Pers, yaitu memperjuangkan kemerdekaan Pers agar tidak diintervensi oleh siapapun. Namun, kenyataannya, Dewan Pers justru melakukan intervensi terhadap Pers Indonesia melalui aturan-aturan yang mereka buat sendiri.
“Saya berpendapat bahwa Dewan Pers seolah-olah memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada Negara dalam mengatur Pers di Indonesia. Seharusnya, semua Insan Pers Indonesia tunduk pada UU Nomor 40 Tahun 1999. Namun, Peraturan Dewan Pers justru memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada Undang-Undang. Hal ini jarang disuarakan oleh insan Pers Indonesia. Oleh karena itu, PPDI hadir dengan tujuan memperjuangkan nasib wartawan daerah dan perusahaan Pers daerah yang terus mengalami kesulitan,” tutup Feri.(ril)