60af5e01-a3e5-44cb-b4a8-99399bc76a9c_169

LRN – Indah. Kata tersebut pantas menggambarkan pemandangan alam Danau Toba yang berlokasi di Provinsi Sumatera Utara.

Terletak di tengah perbukitan pada ketinggian 900 meter dari permukaan air laut, dan diselimuti oleh hawa sejuk, membuat Danau Toba pantas menyandang predikat destinasi wisata utama di Indonesia.

Tidak hanya punya pemandangan alam memikat. Danau terbesar kedua di dunia tersebut juga menyimpan sejarah besar bagi perkembangan peradaban manusia ribuan tahun lalu.

Danau Toba lahir dari ‘rahim’ sebuah gunung api super pada 73 ribu hingga 75 ribu tahun yang lalu.Kala itu, diceritakan terdapat sebuah letusan besar yang dimuntahkan Gunung Toba ke langit. Akibat letusan tersebut, terjadi lah perubahan cuaca di bumi. Zaman es pun diprediksi dimulai pasca letusan itu terjadi.

Kini, danau purba itu menjelma jadi daya tarik wisata populer di Indonesia. Bahkan, Toba direncanakan menjadi ‘Bali Baru’ pada 2019 mendatang.

Demi mendukung rencana tersebut, pemerintah pun mempermudah akses menuju danau tekto-vulkanik tersebut. Kemudahan akses itu diwujudkan dalam bentuk revitalisasi Bandara Silangit. Saat ini, Bandara Silangit merupakan satu-satunya bandara kelas IV yang punya fasilitas dan daya dukung setara bandara kelas II. Beberapa maskapai komersial yang beroperasi di Bandara Silangit adalah Citilink, Garuda Indonesia, Wings Air dan Susi Air.

Melalui Bandara Silangit, Danau Toba bisa ditempuh dengan waktu 2 jam dari Jakarta. Dari bandara, wisatawan bisa melakukan perjalanan darat menuju Toba yang berjarak sekitar 30 menit hingga 1 jam.

Jika ingin melihat Danau Toba dari ketinggian, wisatawan bisa memilih tiga titik pengamatan yakni Kabupaten Tapanuli Utara, Simalungun, atau Balige. Rata-rata jarak tempuh menuju titik-titik pengamatan Danau Toba tersebut berkisar antara 15 menit hingga 1 jam dari bandara.

Salah satu titik pengamatan terbaik adalah melalui Panatapan Huta Ginjang, di Tapanuli Utama. Hanya dibutuhkan waktu tempuh 15 menit dari Bandara Silangit menuju Panatapan Huta Ginjang. Beberapa moda transportasi umum pun tersedia untuk membawa para wisatawan ke sana.

Pemandangan Danau Toba dilihat dari Panatapan Huta Ginjang, Kecamatan Muara, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Selasa (22/3). (CNN Indonesia/Lalu Rahadian)

Sepanjang jalan menuju Panatapan Huta Ginjang akrab terlihat deretan rumah warga, rumah ibadah, sekolah, dan kebun. Kesejukan dan pemandangan hijau di sepanjang perjalanan tak ketinggalan menemani para pelancong.

Walaupun dekat dari bandara, namun jalan menuju lokasi pengamatan Danau Toba begitu curam. Berada tinggi di atas bukit, kawasan tersebut juga hanya dapat dicapai dengan melalui sebuah jalan beraspal nan sempit.

Tapi perjuangan itu terbayar dengan pemandangan spektakuler Danau Toba dari Panatapan Huta Ginjang. Dari sana, danau yang memiliki luas 640 kilometer persegi itu terlihat jelas bagaikan potret di kartupos.

“Huta Ginjang itu artinya Kampung Atas. Huta itu kampung, karena berada di atas maka disebut Ginjang. Ejaan sebutnya itu ‘Huta Ginang’,” kata salah satu warga menjelaskan.

Panatapan Huta Ginjang berbentuk menyerupai lapangan sepakbola. Terdapat sebuah balai dan dua tempat berteduh terbuka di sana. Sebuah papan informasi mengenai Danau Toba juga berdiri di tengah hamparan rumput Panatapan.

Untuk menjaga keamanan pengunjung, terdapat pagar-pagar besi di sepanjang Panatapan. Sayang, beberapa pagar besi tersebut terlihat sudah ada yang bengkok dan patah.

Masalah Klasik

Dari kejauhan, Danau Toba memang sedap dipandang mata. Sayangnya, bila diperhatikan dari dekat, Danau Toba terkendala pencemaran akibat sampah rumah tangga dan limbah pertanian.

Tidak hanya itu, pemberian izin usaha perhutanan dari Bupati Samosir pada 2012 silam kepada PT Gorga Duma Sari (GDS) di Hutan Tele, Pulau Samosir, semakin memperparah kerusakan lingkungan. Itu terjadi karena terdapat penebangan pepohonan hutan tanpa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menyebabkan longsor serta banjir yang menimbulkan korban jiwa.

Kendati kini izin usaha PT GDS sudah dicabut dan kegiatan penebangan hutan telah dihentikan, kerusakan lingkungan di Danau Toba masih belum teratasi.

Ketua Tim Percepatan Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas dari Kementerian Pariwisata, Hiramsyah S. Thaib, mengatakan pembenahan sikap warga sekitar Danau Toba merupakan target dari Kementerian Pariwisata. Tujuannya jelas, untuk menjaga kelestarian alam di sana.

“Akses yang baik tidaklah cukup. Harus juga revitalisasi dilakukan biar kembali kayak zaman dulu. Sekarang kan danaunya sudah kotor dan bau,” ujar Hiramsyah.

Selain untuk menjaga kebersihan, pendidikan terhadap warga juga akan dilakukan guna menciptakan atmosfir pariwisata yang lebih baik lagi kedepannya.

“Membangun budaya hospitality masyarakat di sekitar Danau Toba juga penting agar ada keramahtamahan dan servis yang berkelas. Jadi, masyarakat nantinya tidak cuma merasakan alam, tapi juga mendapat pelayanan baik,” katanya.

Hiramsyah menyebut, setelah pembenahan mental warga, barulah perbaikan infrastruktur pendukung di sepanjang bantaran Danau Toba dapat efektif dilakukan.

Penambahan jumlah hotel, ruas-ruas jalan, papan informasi, dan kios-kios yang menjajakan suvenir atau makanan khas daerah harus disediakan di sana. Apalagi, sampai saat ini tercatat masih jarang penginapan, warung, dan sumber informasi yang tersedia bagi wisatawan di kawasan Danau Toba.

Jika berbagai rencana perbaikan tersebut dapat dilakukan, maka bukan mustahil target Pemerintah yang mengincar angka 1 juta wisatawan ke Danau Toba pada 2019 mendatang dapat tercapai. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *